![]() |
Wamenkominfo Nezar Patria |
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), tengah berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan peta jalan AI atau kecerdasan artifisial. Rencananya, peta jalan AI ini ditargetkan rampung tiga bulan lagi.
Menurut Wakil Menteri Komdigi Nezar Patria, peta jalan AI
ini merupakan komitmen nyata pemerintah membangun tata kelola AI yang
komprehensif dan mendorong pertumbuhan industri AI secara berkelanjutan di
Indonesia.
Proses penyusunannya melibatkan berbagai pemangku
kepentingan, mulai dari organisasi hingga perusahaan swasta, memastikan peta
jalan ini mencakup berbagai aspek penting.
"Diskusi sudah berlangsung di beberapa forum, termasuk
juga kerja sama kita dengan beberapa organisasi dan beberapa company yang ikut
mendukung," tuturnya dalam Forum Diskusi Masa Depan Tata Kelola AI di
Indonesia seperti dikutip dari siaran pers yang diterima, Kamis (20/3/2025).
Pemerintah juga mempelajari regulasi AI dari negara-negara
maju sebagai referensi, mengakui pentingnya studi dan pemetaan untuk menentukan
posisi Indonesia dalam perkembangan teknologi AI global.
Nezar Patria menekankan pentingnya regulasi yang berbasis
insentif dan fleksibel. Hal ini dillakukan untuk mendorong inovasi tanpa
memberatkan pelaku industri dengan beban kepatuhan yang tinggi.
"Kita tidak ingin juga menghambat inovasi-inovasi yang
sedang dilakukan karena mengingat begitu dinamisnya watak AI ini ya,"
ujarnya melanjutkan.
Fokus pemerintah saat ini adalah menyelesaikan tantangan
infrastruktur AI dan pengembangan talenta digital di bidang ini.
"Kita ada dalam early stage, dimana dua hal ini harus
kita penuhi dulu sebelum kita bicara lompatan-lompatan ke depan," tuturnya
menambahkan.
Pentingnya Tata Kelola AI Indonesia
Pemerintah menyadari pentingnya membangun infrastruktur yang
memadai dan mengembangkan talenta digital di bidang AI sebagai fondasi kuat
sebelum melangkah lebih jauh.
Untuk itu, kebijakan yang inklusif akan diterapkan untuk
meminimalisir biaya kepatuhan yang tinggi. Investasi besar-besaran pada
pengembangan talenta AI menjadi prioritas, mengingat kecepatan perkembangan
teknologi ini.
Direktur Kecerdasan Artifisial dan Ekosistem Teknologi Baru
Direktorat Jenderal Ekosistem Digital Kementerian Kominfo, Aju Widya Sari,
menekankan perlunya penyelesaian peta jalan AI dalam waktu singkat.
"(Kita punya) tiga tahun waktu yang paling fleksibel
untuk menentukan langkah karena perkembangan AI sangat cepat. Sehingga peta
jalan ini harus selesai kurang dari waktu itu," katanya.
Peta jalan ini nantinya akan menjadi acuan bagi kementerian
dan lembaga terkait dalam merancang pengembangan, adopsi, dan pengawasan
teknologi AI di sektor masing-masing.
Dengan demikian, diharapkan tercipta keselarasan dan sinergi
dalam pengembangan dan penerapan AI di Indonesia.
Komdigi: AI akan Jadi Tulang Punggung Transformasi Digital
Indonesia
Di lain kesempatan, kecerdasan buatan (AI) diproyeksikan
menjadi tulang punggung transformasi digital di Indonesia, khususnya dalam
mewujudkan pemerintah digital.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal
Ekosistem Digital Komdigi, Aryo Pamoragung, dalam Rapat Kerja Nasional
Kolaborasi Riset dan Inovasi Kecerdasan Artifisial (KORIKA).
Aryo memaparkan visi Indonesia Digital 2045 yang mencakup
tiga pilar utama: pemerintah digital, ekonomi digital, dan masyarakat digital.
Ia menekankan bahwa AI akan terintegrasi dengan teknologi lain seperti Internet
of Things (IoT), Blockchain, dan Quantum Computing.
"AI akan menjadi tulang punggung transformasi digital
Indonesia," ujar Aryo melalui keterangan resminya, Kamis (27/2/2025). Ia
juga menyoroti potensi ekonomi digital Indonesia yang diperkirakan mencapai Rp
946 triliun pada tahun 2030.
Untuk mendukung inovasi AI, Aryo menekankan pentingnya
sandboxing sebagai mekanisme pengujian dan regulasi adaptif. Pengembangan
infrastruktur digital, termasuk 5G, fiber optic, dan keamanan data, juga
menjadi prioritas.
Fokus Pengembangan AI
![]() |
AI |
Prioritas diberikan pada fintech, manufaktur, pendidikan,
energi, dan smart city, sementara sektor kesehatan masih bergantung pada impor
teknologi.
Bambang menyoroti
tantangan utama dalam pengembangan AI, yaitu kesenjangan talenta digital yang
diproyeksikan mencapai 3 juta orang pada tahun 2030. Ia menekankan perlunya
tambahan 500 ribu talenta digital per tahun.
"Keamanan siber menjadi perhatian serius dengan
meningkatnya serangan ransomware dan kebocoran data," tegas Bambang.
Oleh karena itu, tata kelola dan regulasi yang ketat
diperlukan untuk melindungi infrastruktur digital nasional.
Sumber : www.liputan6.com
Comments
Post a Comment